zayad. abd, rahman Epistemologi Fikih dalam Kekuasaan : Sebuah Kajian Pelembagaan Konsep Wilayatul Faqih di Iran. [Experiment] (Unpublished)
Text
abstrak.pdf Download (1MB) |
|
Text
Pak Zayad 2018.pdf Restricted to Repository staff only Download (1MB) |
Abstract
ABSTRAK Kata Kunci : Epistemologi, Fikih, Wila>yah al-Faqih Penelitian ini mengeksplorasi epistemologi fikih dalam kekuasaan. Hal pokok yang dibicarakan adalah berkisar pada bentuk unik pemerintahan yang menggabungkan konsep pemerintahan yang bercirikan Barat dan upaya sekuat mungkin memadukan unsur keislaman dalam konsep pemerintahan yang diberi nama wila>yah al-faqih. Konsep ini memberikan gambaran kepemimpinan yang dijalankan oleh sekelompok orang yang memiliki otoritas mengendalikan, mengawasi dan melaksanakan pemerintahan secara legal dalam suatu pemerintahan Islam. Konsep wila>yah al-faqih tampaknya memberi dukungan pemerintahan kepada ahli hukum Islam (fuqaha’) untuk merumuskan segala kekuasaan pemerintahan. Menariknya para ahli hukum itu mendapat kepercayaan yang berasal dari unsur ketuhanan dan juga unsur kerakyatan. Otoritas ahli hukum Islam memiliki kepercayaan tinggi di kalangan Muslim Iran, meski gagasan tentang negara dalam sejarah pemerintahan Muslim pada awalnya diidealisasikan pada kekuasaan para filosof (philisopher’s king). Tampaknya atmosfir politik Iran lebih memihak pada ahli hukum Islam sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam sejarah politik Iran yang baru. Selain kekuasaan dipegang secara otoritatif oleh sekelompok ahli hukum Islam, ada beberapa institusi lain yang turut menentukan jalannya pemerintahan seperti presiden, perdana menteri, parlemen dan dewan pelindung konstitusi. Secara epistemologis, kajian pelembagaan konsep wila>yah al-faqih didasarkan atas dua pembahasan utama yakni sumber pelembagaannya dan validitas pengetahuan tentangnya. Sumber pelembagaan konsep wila>yah al-faqih merupakan kelanjutan dari tradisi ima>mah dalam Syi’ah. Imam adalah seorang yang suci dan karenanya, kekuasaan memiliki legitimasi ketuhanan selain kemanusiaan. Sementara dalam hal validitasnya, pelembagaan konsep wila>yat al-faqih dinilai dari dua jurusan. Pertama, konsep kekuasaan Syi’ah sering dihadapkan dan diperbandingkan pada konsep kekuasaan dalam Sunni. Perbedaan keduanya terletak pada aspek tradisi. Tradisi Syi’ah didekatkan pada kelanjutan kekuasaan kenabian yang bersifat absolut. Sementara tradisi Sunni memperlihatkan pada aspek kemampuan dan legitimasi imam di kalangan orang-orang Islam. Legtimasi itu ditunjukkan dengan bai’ah, semacam kontrak antara imam dengan rakyat. Kedua, secara historis persinggungan Iran dengan Eropa memperturutkan warna kekuasaan akomodatif di Iran. Konsep republikan sengaja dipilih sebagai bagian merefleksi kemodernan dan syura dalam sejarah sosial-politik Islam. Dialektika konsep wila>yah al-faqih dengan konsep kekuasaan dalam Sunni dan Republikan (jumhu>riyah) menjadi cetak biru sistem pemerintahan Iran. Tampaknya, cetak biru ini yang sedang ditunggu dengan penuh waspada oleh pihak Barat sebagai kekuatan politik Islam yang menentukan di masa depan. Dalam posisi ini, pernyataan Richard Gottam, seorang pakar Iran memenuhi signifikansinya, yakni militansi politik Iran. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sejarah sosial (social-historical approach) dan pendekatan epistemologis. Pendekatan sejarah digunakan dalam rangka mengungkap fakta kesejarahan masyarakat dalam hubungannya dengan perubahan dan penerimaan aspek yang berada di lingkungannya. Hal ini digunakan dalam rangka mengetahui implikasi-implikasi atas kejadian maupun peristiwa yang terjadi dalam pergumulan politik di Iran. Sementara pendekatan epistemologis digunakan dalam rangka untuk mengetahui dan menjelaskan sumber dan keabsahan konsep wila>yah al-faqih berhadapan dengan aspek internal dalam pemikiran politik Islam yakni Sunni dan aspek eksternal yakni konsep demokrasi republikan. Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan menjadi dua bagian sebagai berikut. Pertama, bahwa epistemologi fikih dalam kekuasaan didasarkan atas persinggungan praktis dengan fakta sosial-politik yang sedang berlangsung dan dilegitimasi dengan dasar-dasar hukumnya dari sumber hukum Islam yang utama yakni al-Quran dan Hadis. Kedua, konsep wila>yah al-faqih di Iran memperlihatkan kekekuatannya secara epistemologis dari dua jurusan, sumber kekuasaan yang berasal dari otoritas politik keagamaan dan keduniaan (sekuleritas) sekaligus. Otoritas politik keagamaan yang dimaksud adalah kepemimpinan melalui tradisi kenabian. Sementara otoritas politik keduniaan diperlihatkan dengan mengakomodasi konsep demokrasi sebagai bagian dari ciri republikan. KATA PENGANTAR
Item Type: | Experiment |
---|---|
Subjects: | 22 PHILOSOPHY AND RELIGIOUS STUDIES > 2204 Religion and Religious Studies > 220403 Islamic Studies |
Divisions: | Fakultas Syariah > Jurusan Ahwal Al-Syakhsiyah |
Depositing User: | setiawan setiawan |
Date Deposited: | 12 Dec 2019 00:55 |
Last Modified: | 12 Dec 2019 00:55 |
URI: | http://repository.iainkediri.ac.id/id/eprint/82 |
Actions (login required)
View Item |